Rupanya Rahasia Kehebatan Bambu Runcing Karena Doa
Minggu, 10 November 2013
0
komentar
Hari Pahlawan 10 November identik dengan perjuangan merebut dan
mempertahankan kemerdekaan NKRI. Salah satu ikon penting dalam perang
kemerdekaan adalah bambu runcing. Bagaimana asal-usul dan kehebatan
senjata tradisional pejuang Indonesia ini?
Bambu runcing sebenarnya strategi standar untuk menghalau gerakan musuh. Alat ini sudah digunakan oleh pihak kolonial menghalau masuknya Jepang ke Indonesia. Diceritakan, ketika armada Jepang mendekati Pulau Jawa akhir Februari 1942, Belanda mengira akan menerjunkan pasukan payung di atas wilayah Kalijati. Maka diperluaslah ribuan bambu yang diruncingkan ujungnya untuk menyambut pasukan para Jepang.
Bambu runcing sebenarnya strategi standar untuk menghalau gerakan musuh. Alat ini sudah digunakan oleh pihak kolonial menghalau masuknya Jepang ke Indonesia. Diceritakan, ketika armada Jepang mendekati Pulau Jawa akhir Februari 1942, Belanda mengira akan menerjunkan pasukan payung di atas wilayah Kalijati. Maka diperluaslah ribuan bambu yang diruncingkan ujungnya untuk menyambut pasukan para Jepang.
Foto: parakanstate.blogspot
|
Rupanya Jepang mendarat di pantai laut dekat Eretan, langsung menuju
Subang dan akhirnya mengancam Kalijati juga. Belanda pun menyerah, dan
Jepang menguasai Jawa. Strategi bambu runcing yang sebelumnya dipakai
oleh Belanda justru dimanfaatkan oleh pihak Jepang. Bambu runcing
kemudian dijadikan alat latihan baris-berbaris para pemuda Seinendan,
Keibodan, Gakutotai, Hizbullah dan lain-lain. para pemuda dengan penuh
semangat mempergunakan “takeyari” ini untuk ditunjukan kepada musuh
Jepang yakni sekutu, termasuk Belanda.
Apakah berarti Belanda yang menggunakan bambu runcing pertama kali, lalu diadopsi oleh Jepang dan akhirnya pejuang kita? Untuk memahami sejarahnya, kita harus mengikuti kisah berikut ini, "Bambu Runcing Parakan."
Di daerah Parakan Temanggung, Jawa Tengah, hiduplah Kiai Subchi, seorang ulama yang sangat tawadhu dan dihormati masyarakat sekitar. Kiai Subchi tiap hari berkeliling kampung mengajar ngaji dan menjadi penyuluh pertanian. Bila ada satu persoalan, masyarakat sering mendatanginya untuk mencari solusi.
Apakah berarti Belanda yang menggunakan bambu runcing pertama kali, lalu diadopsi oleh Jepang dan akhirnya pejuang kita? Untuk memahami sejarahnya, kita harus mengikuti kisah berikut ini, "Bambu Runcing Parakan."
Di daerah Parakan Temanggung, Jawa Tengah, hiduplah Kiai Subchi, seorang ulama yang sangat tawadhu dan dihormati masyarakat sekitar. Kiai Subchi tiap hari berkeliling kampung mengajar ngaji dan menjadi penyuluh pertanian. Bila ada satu persoalan, masyarakat sering mendatanginya untuk mencari solusi.
Di tahun 1941, dia mengumpulkan para santri dan pemuda desa untuk
mengadakan persiapan perang. Hadir dalam pertemuan tersebut Kiai Noer
(Putera Kiai Subchi) dan lurah Masúd (Adik Kiai Subchi). Dalam pertemuan
tersebut dibentuk pasukan Hizbullah-Sabilillah di bawah pimpinan Kiai
Subchi sendiri.
Pasukan yang baru dibentuk ini mengalami kendala dalam hal persenjataan. Yang ada baru pedang, golok, klewang, keris, tombak dan sebagainya. Namun senjata-senjata ini pun terbatas dimiliki warga. Sebab itu, Kiai Noer mengusulkan agar pasukan yang bari dibentuk ini dipersenjatai dengan cucukan (Bambu yang diruncingkan ujungnya). Dengan alasan bambu mudah diperoleh di mana-mana dan mudah membuatnya. Selain itu, luka yang diakibatkan oleh tusukan cucukan juga lebih parah akibatnya sehingga sulit di obati.
Usul ini akhirnya diterima secara mufakat. Hanya saja, menurut Kiai Subchi masih ada kendala, yakni bagaimana membuat rakyat bersemangat dan yakin jika hanya dengan bersenjatakan cucukan, bisa menghadapi musuh dan meraih kemenangan.
Maka Kiai Subchi pun mengumpulkan pasukan lalu memanjatkan doá agar Allaah Subhanahu WaTaála memberikan kekuatan istimewa kepada pasukan cucukan ini. Doá itu berbunyi : “Laa Tudrikhuhul Absar Wahuwa Tudhrikuhul Absar Wahuwa Latiful Kabir,” dengan tiga kali membaca sembari menahan nafas.
Peristiwa ini menimbulkan 'darah baru' atau semangat di kalangan pemuda saat itu dan yakin jika senjata baru ini memiliki keistimewaan yang dahsyat. Hal ini akhirnya menjadi satu “ritual” yang tidak dilewatkan, setiap ada pasukan baru dengan senjata cucukan, mereka pasti mendatangi Kiai Subchi untuk meminta doánya.
Pasukan yang baru dibentuk ini mengalami kendala dalam hal persenjataan. Yang ada baru pedang, golok, klewang, keris, tombak dan sebagainya. Namun senjata-senjata ini pun terbatas dimiliki warga. Sebab itu, Kiai Noer mengusulkan agar pasukan yang bari dibentuk ini dipersenjatai dengan cucukan (Bambu yang diruncingkan ujungnya). Dengan alasan bambu mudah diperoleh di mana-mana dan mudah membuatnya. Selain itu, luka yang diakibatkan oleh tusukan cucukan juga lebih parah akibatnya sehingga sulit di obati.
Usul ini akhirnya diterima secara mufakat. Hanya saja, menurut Kiai Subchi masih ada kendala, yakni bagaimana membuat rakyat bersemangat dan yakin jika hanya dengan bersenjatakan cucukan, bisa menghadapi musuh dan meraih kemenangan.
Maka Kiai Subchi pun mengumpulkan pasukan lalu memanjatkan doá agar Allaah Subhanahu WaTaála memberikan kekuatan istimewa kepada pasukan cucukan ini. Doá itu berbunyi : “Laa Tudrikhuhul Absar Wahuwa Tudhrikuhul Absar Wahuwa Latiful Kabir,” dengan tiga kali membaca sembari menahan nafas.
Peristiwa ini menimbulkan 'darah baru' atau semangat di kalangan pemuda saat itu dan yakin jika senjata baru ini memiliki keistimewaan yang dahsyat. Hal ini akhirnya menjadi satu “ritual” yang tidak dilewatkan, setiap ada pasukan baru dengan senjata cucukan, mereka pasti mendatangi Kiai Subchi untuk meminta doánya.
Foto: kidsklik.com |
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Magelang masih diduduki Jepang. Pasukan Hizbullah dari daerah Parakan dan daerah Kedu bersatu untuk mengusir Jepang dari Magelang. Dalam pertempuran tersebut Jepang terlihat sangat ketakutan menghadapi pasukan cucukan yang di pimpin Kiai Subchi. Hal ini menaikan pamor senjata cucukan atau Bambu Runcing.
Sejak itulah, seiring naiknya pamor cucukan, maka sosok Kiai Subchi pun menjadi terkenal. Apalagi pasukannya juga berhasil memukul mundur pasukan Gurkha dari Magelang hingga ke Semarang. Para pejuang kemerdekaan pun berduyun-duyun datang ke Parakan, lengkap dengan bambu runcingnya, untuk menemui Kiai Subchi dan meminta doá nya.
Para pejuang itu datang dari Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta sampai kawasan Banyuwangi, dengan naik kereta api yang penuh sesak dengan bambu runcing. Sejak saat itu bambu runcing telah menjadi senjata Jihad Fii Sabilillah yang terkenal keampuhannya. Bambu Runcing yang dipakai Kiai Subchi sendiri menjadi legenda. Bahkan diminta oleh Museum ABRI untuk dijadikan koleksi bersejarahnya.
TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Rupanya Rahasia Kehebatan Bambu Runcing Karena Doa
Ditulis oleh Anonim
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://terkacau.blogspot.com/2013/11/rupanya-rahasia-kehebatan-bambu-runcing.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.Ditulis oleh Anonim
Rating Blog 5 dari 5
0 komentar:
Posting Komentar